Minggu, 09 November 2014

M12. KASUS-KASUS ARAHAN DOSEN

  1. Kasus Hak Pekerja
Masalah atau Kasus tentang Tenaga Kerja atau buruh. 
Aksi Buruh demo tuntut Penyelesaian Kasus Buruh Di Jatim Ratusan buruh berorasi menuntut penyelesaian beberapa kasus atau persoalan perburuhan dijawa timur yang tidak kunjung tuntas. Antara lain persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pengurus Serikat Pekerja dan buruh outsourcing di PT International Packaging Manufacturing (IPM) Sidoarjo, dan persoalan upah buruh selama 19 bulan yang tidak dibayar di Kebun Binatang Surabaya. Para buruh juga mendesak pemerintah menuntaskan persoalan di PT Japfa Comfeed Indonesia di Sidoarjo yang telah melakukan pelanggaran outsourcing, PHK terhadap pengurus SP, upah yang tidak dibayarkan, serta para buruh yang tidak diikutsertakan dalam Jamsostek lebih dari 25 tahun. Gubernur Jawa Timur Soekarwo didesak segera memanggil pengusaha atau pimpinan perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan perburuhan yang ada. Para pengunjuk rasa juga meminta untuk dihapuskan sistem outsourcing di perusahaan.

  1. Kasus Iklan Tidak Etis
Periklanan Pengobatan Alternatif  Tidak Etis
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer Kementerian Kesehatan Abidin Syah Siregar mengatakan, iklan pelayanan kesehatan alternatif yang sering ditayangkan di berbagai stasiun televisi akhir-akhir ini tidak etis. Menurut dia, pengobatan tradisional berada pada wilayah peningkatan kualitas kesehatan dan pencegahan penyakit, bukan menjamin kesembuhan. "Dokter saja tidak berani menjamin," katanya kepada wartawan di Jakarta, 15 Agustus 2012. Abidin mengatakan, iklan yang menjamin kesembuhan berbahaya bagi masyarakat. Pasalnya, iklan macam itu akan memberi harapan berlebihan kepada masyarakat. Menurut Abidin, fenomena kegandrungan pada pengobatan tradisional, khususnya pengobatan tradisional dunia, memang sedang melanda dunia. "Banyak iklan yang bahkan menyudutkan pengobatan konvensional, yang mengatakan bahwa tubuh ini seharusnya tidak dimasuki zat kimia," ujarnya. Menurut dia, fenomena ini adalah cermin tren back to nature. Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Agus Purwadianto mengatakan penayangan iklan pengobatan alternatif yang menjamin kesembuhan juga melanggar Peraturan Menteri Kesehatan No. 1787 tahun 2010 Pasal 5 huruf f yang menyatakan bahwa melarang publikasi alat atau metode baru yang masih belum diterima umum di kalangan dokter karena masih diragukan. Pihaknya mengatakan, perlu sinergi antara berbagai pihak untuk mencegah informasi yang berbahaya ini tersebar di masyarakat. Pada 9 dan 10 Agustus lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan surat teguran kepada lima stasiun televisi, yaitu Metro TV, Trans TV, Global TV, Trans 7, dan TV One. KPI menegur mereka lantaran menampilkan iklan pelayanan kesehatan alternatif yang tidak etis, di antaranya iklan klinik Tong Fang dan Can Jiang. Menurut Komisioner KPI Nina Mutmainah Armando, iklan tersebut tidak etis karena menampilkan promosi dan testimoni yang berisi jaminan kesembuhan dari pasien.  Ketua Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI) Sujanto Mardjuki membenarkan bahwa iklan layanan kesehatan yang menjamin kesembuhan tidak etis. Menurut pemimpin organisasi yang menaungi berbagai insitusi pelayanan kesehatan tradisional ini, anggotanya tidak pernah melakukan publikasi macam itu. "Anggota kami sudah taat pada peraturan menteri kesehatan, seharusnnya klinik-klinik yang melanggar ketentuan itu tidak boleh dibiarkan," kata Martani, salah satu anggota IKNI.

  1. Kasus Etika Pasar Bebas
Kasus Indomie di Taiwan
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya. Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.


Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

www.tempo.co/read/news/2012/08/15/173423806/Iklan-Pengobatan-Alternatif-Dinilai Tak-Etis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar