Manusia dan tanggung jawab
Setiap manusia memiliki tanggung
jawab, tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, kerabat, bahka tanggung
jawab seorang pembantu rumah tangga terhadap majikannya, atau sebaliknya.
Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung
jawab" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab"
dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang
ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan.
Pada umumnya banyak keluarga berharap dapat
mengajarkan tanggung jawab dengan memberikan tugas-tugas kecil kepada anak
dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai orangtua tentunya kita pun berkeinginan
untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak.
Tuntutan yang teguh bahwa anak harus setia melakukan
tugas-tugas kecil itu, memang menimbulkan ketaatan. Namun demikian bersamaan dengan
itu bisa juga timbul suatu pengaruh yang tidak kita inginkan bagi pembentukan
watak anak, karena pada dasarnya rasa tanggung jawab bukanlah hal yang dapat
diletakkan pada seseorang dari luar, rasa tanggung jawab tumbuh dari dalam,
mendapatkan pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai yang kita dapati dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat. Rasa tanggung jawab yang tidak bertumpuk pada
nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah menjadi sesuatu yang asosial.
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk
mendidik anak sejak usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab,
sebagaimana Charles Schaeffer, Ph.D. mengutip apa yang pernah dikemukakan oleh Dr.
Carlotta De Lerma, tentang prinsip-prinsip penting yang harus dilakukan untuk
membantu anak bertanggung jawab.
1.
Memberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan
lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada
anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan
tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.
2.
Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat
apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bag orangtua
untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh si anak.
Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan
anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian
orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung
jawab kepada anaknya.
3.
Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran,
hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci agar anak
mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.
4.
Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada
setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai denga kemampuannya. Tidak
patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak
belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat
melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan,
akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua
senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan
tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan
dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5.
Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak
menuntut dari anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang
tidak sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi
setahap, agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.
Suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua dalam hal
mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan mengikuti
emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak justru kurang diperhatikan.
Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi jagalah supaya kemarahan
yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan hukuman itu benar-benar tepat
untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan lain, marahlah pada saat si anak
memang perlu dimarahi.
Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada
nilai-nilai asasi kemanusiaan. Nilai-nilai tidak dapat diajarkan secara
langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi bagian dari dirinya hanya melalui
proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan
orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha meniru mereka. Contoh hidup
yang diberikan orangtua, akan menciptakan suasana yang diperlukan untuk belajar
bertanggung jawab. Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu memperkokoh pelajaran
itu, sehingga menjadi bagian dari watak dan kepribadian anak.
Jadi jelaslah, bahwa masalah rasa tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali pada orangtuanya sendiri, atau dengan kata lain terpulang pada nilai-nilai dalam diri orangtua, yaitu seperti tercermin dalammengasuh dan mendidik anak.
Ø
Memahami
Tanggung Jawab
Anda tentunya seringkali mendengar istilah TANGGUNG JAWAB, bukan? Makna
dari istilah “tanggung jawab” adalah “siap menerima kewajiban atau tugas”. Arti
tanggung jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap
orang. Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi
tanggung jawab tadi, maka seringkali masih merasa
sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.
sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.
Banyak orang mengelak bertanggung jawab, karena memang lebih mudah
menggeser
tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain.
tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, “Ini tanggung jawab saya!” Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain.
Oleh karena itulah muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi
tangan”.
Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya. Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing
hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain.
Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya. Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing
hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain.
“Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan
kamu bertanggung jawab atas kepemimpinan itu”. (Al-Hadits, Shahih
Bukhari - Muslim)
“Anda tidak bisa lari dari tanggung jawab
hari esok dengan menghindarinya pada hari ini”. (Abraham Lincoln)
Sumber : Butir-Butir Mutiara Rumah
Tangga, Alex Sobur, , halaman 245 - 249, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987
http://www.wonosari.com/t2844-share-tanggung-jawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar