MENINGKATKAN PERAN DAN
KINERJA KOPERASI
BELAJAR DARI
PENGALAMAN NEGARA-NEGARA EROPA
I.
PENDAHULUAN
Koperasi lahir pertama kali di Inggris,
yaitu di kota Rochdale tahun 1884. koperasi timbul pada masa perkembangan
kapitalisme sebagai akibat revolusi industri. Pada tahun 1851 koperasi tersebut
akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi
anggota-anggotanya yang belum mempunyai rumah.
Perkembangan koperasi di Rocchdale
sangat mempengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris maupun di luar
Inggris. Pada tahun 1852 jumlah koperasi di Inggris sudah mencapai 100 unit.
Pada tahun 1862, dibentuklah pusat koperasi pembelian dengan nama The
Cooperative Whole Sale Society (CWS).
Pada tahun 1876, koperasi ini telah
melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan dan asuransi. Pada
tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha di bidang penerbitan berupa
surat kabar yang terbit dengan nama Cooperative News. Pada tahun 1919,
didirikanlah Cooperative College di Manchester yang merupakan lembaga
pendidikan tinggi koperasi pertama.
Dalam perjalanan sejarah, koperasi
tumbuh dan berkembang ke seluruh dunia di samping badan usaha lainnya. Setengah
abad setelah pendirian koperasi Rochdale, seiring dengan berkembangnya koperasi
di berbagai negara, para pelopor koperasi sepakat untuk membentuk Internacional
Cooperative Alliance (ICA-persekutuan Koperasi Internasional) dalam kongres Koperasi
Koperasi Internasional yang pertama pada tahun 1896, di London. Dengan
terbentuknya ICA, maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional.
II.
PEMBAHASAN
II.I Awal Perkembangan Koperasi
Dari sejarah perkembangannya, dimulai dari munculnya revolusi
industri di Inggris tahun 1770 yang menggantikan tenaga manusia dengan
mesin-mesin industri yang berdampak pada semakin besarnya pengangguran hingga
revolusi Perancis tahun 1789 yang awalnya ingin menumbangkan kekuasaan raja
yang feodalistik, ternyata memunculkan hegemoni baru oleh kaum kapitalis.
Semboyan Liberte-Egalite-Fraternite (kebebasan-persamaan-kebersamaan) yang
semasa revolusi didengung-dengungkan untuk mengobarkan semangat perjuang rakyat
berubah tanpa sedikitpun memberi dampak perubahan pada kondisi ekonomi rakyat.
Manfaat Liberte (kebebasan) hanya menjadi milik mereka yang memiliki kapital
untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Semangat Egalite dan Fraternite
(persamaan dan persaudaraan) hanya menjadi milik lapisan masyarakat dengan
strata sosial tinggi (pemilik modal;kapitalis).
Dalam keadaan serba kritis dan darurat dimana kesenjangan
antara rakyat (buruh) dengan pemilik modal semakin besar baik di Inggris maupun
di Perancis itulah yang mendorong munculnya cita-cita untuk membangun tatanan
masyarakat yang lebih egaliter dimana kekayaan dibagikan secara lebih merata,
pembatasan terhadap kepemilikan pribadi dan pembatasan terhadap persaingan yang
tidak sehat serta perlunya kerjasama antar kelas sosial.
Berbagai bentuk tatanan kemasyarakatan ditawarkan untuk
mengakomodir gejolak ketidakpuasan terhadap kondisi sosial yang ada.
Dari ide seorang industriwan penganut sosialisme Inggris yang
bernama Robert Owen (1771-1858), mulailah terbentuk ide community-community
sebagai proyek percontohan dari masyarakat sosialis. Dan istilah co-operation
mulai diperkenalkan oleh Robert Owen. Dia pun mendirikan pemukiman di Amerika
serikat pada tahun 1824 bernama New Harmony untuk kaum buruh. Meski ide dan
proyek percontohan koperasi yang dikembangkan oleh Robert Owen mengalami
kegagalan, ide untuk membentuk koperasi terus berlanjut dan dikembangkan oleh
Dr. William King pada tahun 1882. Akan tetapi, usaha yang dilakukan oleh Dr.
William King juga mengalami kegagalan. Usaha untuk membentuk koperasi yang
dilakukan oleh kedua pelopor koperasi itu mengalami kegagalan disebabkan karena
permasalahan modal dan kurangnya kesadaran dari anggotanya untuk bekerja
bersama-sama (swadaya).
Koperasi yang di pandang sukses adalah koperasi yang
didirikan di kota Rochdale, Inggris pada tahun 1844. Koperasi yang dipelopori
oleh 28 anggota tersebut dapat bertahan dan sukses karena didasari oleh
semangat kebersamaan dan kemauan untuk berusaha. Mereka duduk bersama dan
menyusun berbagai langkah yang akan dilakukan sebelum membentuk sebuah satuan
usaha yang mampu mempersatukan visi dan cita-cita mereka. Mereka mulai menyusun
pedoman kerja dan melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mereka susun
bersama. Walaupun pada awalnya banyak mengalami hujatan, tetapi toko yang
dikelola secara bersama-sama tersebut mampu berkembang secara bertahap.
Dari pedoman koperasi di Rochdale inilah prinsip-prinsip
pergerakan koperasi dibentuk. Meskipun masih sangat sederhana tetapi apa yang
dilakukan koperasi Rochdale dengan prinsip-prinsipnya telah menjadi tonggak
bagi gerakan koperasi di seluruh dunia. Prinsip-prinsip koperasi Rochdale
tersebut kemudian dibakukan oleh I.C.A dan disampaikan dalam konggres I.C.A di
Paris tahun 1937.
Prinsip Rochdale kemudian dirumuskan menjadi dua prinsip
dasar yaitu pertama, prinsip primer yang berlaku untuk seluruh gerakan koperasi
yang tergabung dalam keanggotaan I.C.A. dengan menekankan perlunya 1)
keanggotaan berdasar sukarela. 2) susunan dan kebijaksanaan pimpinan diatur
secara demokratis. 3) laba dibagi atas imbalan jasa (pembelian). 4) pembatasan
bunga atas modal. Kemudian kedua, prinsip sekunder yang merupakan dasar moral
yang disesuaikan dengan kondisi koperasi di masing-masing negara anggota. 1) netral
terhadap agama dan politik. 2) pembelian secara kontan. 3) memajukan pendidikan
.
Prinsip ini pulalah yang memberi inspirasi pergerakan
koperasi dalam menyusun prinsip-prinsip bagi pergerakan koperasi di Indonesia.
Namun sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya dan kepribadian bangsa,
prinsip-prinsip pergerakan koperasi diselaraskan dengan kehidupan bangsa
Indonesia sendiri yaitu lebih menekankan pada asas gotong royong dan
kekeluargaan.
Sebagai sebuah wadah yang diharapkan dapat meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakat, koperasi mulai tumbuh di negara-negara yang
saat itu menganut dan menjalankan sistem kapitalisme. Di Inggris sebagai negara
pencetus revolusi industri, koperasi mulai lahir walaupun sempat tenggelam
tetapi kembali berkembang sampai akhirnya berhasil membentuk koperasi yang
utuh, solid dan mengedepankan aspek humaniora yang mengusahakan kemakmuran
dengan jalan bekerja bersama-sama dan memberikan imbalan sesuai dengan jasa
yang diberikan oleh anggota itu sendiri.
Kelahiran koperasi yang didasari oleh adanya penindasan dan
kemiskinan yang terjadi pada masyarakat kalangan bawah (buruh) di dalam sistem
kapitalisme yang berkembang pesat saat itu, ternyata harus berhadapan pula
dengan kelemahan dari dalam koperasi sendiri. Kurangnya modal, kesadaran dan
pengetahuan yang rendah dari anggota dan pengurus menyebabkan koperasi sulit
berkembang secara pesat. Di sisi lain, ideologi sosialisme yang muncul sebagai
reaksi dari kekurangan-kekurangan kapitalisme itu ternyata tidak mampu berbuat
banyak untuk merubah keadaan saat itu.
II.II Perkembangan
Koperasi Di Eropa
A. Inggris
Penderitaan yang dialami oleh
kaum buruh di berbagai Negara di Eropa pada awal abad ke-19 dialami pula oleh
para pendiri Koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris, pada tahun 1844.
Pada mulanya
Koperasi Rochdale memang hanya bergerak dalam usaha kebutuhan konsumsi. Tapi
kemudian mereka mulai mengembangkan sayapnya dengan melakukan usaha-usaha
produktif. Dengan berpegang pada asas-asas Rochdale, para pelopor Koperasi
Rochdale mengembangkan toko kecil mereka itu menjadi usaha yang mampu
mendirikan pabrik, menyediakan perumahan bagi para anggotanya, serta
menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota dan
pengururs Koperasi.
Menyusul
keberhasilan Koperasi Rochdale, pada tahun 1852 telah berdiri sekitar 100
Koperasi Konsumsi di Inggris. Sebagaimana Koperasi Rochdale, Koperasi-koperasi
ini pada umumnya didirikan oleh para konsumen.
Dalam rangka
lebih memperkuat gerakan Koperasi, pada tahun 1862, Koperasi-koperasi konsumsmi
di Inggris menyatukan diri menjadi pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole-sale
Society, disingkat C.
W. S. Pada tahun 1945, C. W. S. telah memiliki sekkitar 200 buah pabrik dan
tempat usaha dengan 9.000 pekerja, yang perputaran modalnya mencapai 55.000.000
poundsterling. Sedangkan pada tahun 1950, jumlah anggota Koperasi di seluruh
wilayah Inggris telah berjumlah lebih dari 11.000.000 orang dari sekitar
50.000.000 orang penduduk Inggris.
B. Perancis
Revolusi Perancis dan
perkembangan industri telah menimbulkan kemiskkinan dan penderitaan bagi rakyat
Perancis. Berkat dorongan pelopor-pelopor merekaseperti Charles Forier, Louis
Blanc, serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat,
para pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun Koperasi-koperasi yang
bergerak dibidang produksi.
Dewasa ini
di Perancis terdapat Gabungan Koperasi Konsumsi Nasional Perancis (Federation Nationale Dess Cooperative de Consommation), dengan
jumlah Koperasi yang tergabung sebanyak 476 buah. Jumlah anggotanya mencapai
3.460.000 orang, dan toko yang dimiliki berjumlah 9.900 buah dengan perputaran
modal sebesar 3.600 milyar franc/tahun.
C.
Jerman
Sekitar tahun 1848, saat Inggris
dan Perancis telah mencapai kemajuan, muncul seorang pelopor yang bernama F. W.
Raiffeisen, walikota di Flammersfield. Ia menganjurkan agar kaum petani
menyatukan diri dalam perkumpulan simpan-pinjam.
Setelah melalui beberapa
rintangan, akhirnya Raiffesien dapat mendirikan Koperasi dengan pedoman kerja
sebagai berikut :
1.
Anggota Koperasi wajib menyimpan sejumlah
uang.
2.
Uang simpanan boleh dikeluarkan sebagai
pinjaman dengan membayar bunga.
3.
Usaha Koperasi mula-mula dibatasi pada desa
setempat agar tercapai kerjasama yang erat.
4.
Pengurusan Koperasi diselenggarakan oleh
anggota yang dipilih tanpa mendapatkan upah.
5.
Keuntungan yang diperoleh digunakan untuk
membantu kesejahteraan masyarakat
Pelopor Koperasi lainnya dari
Jerman ialah seorang hakim bernama H. Schulze yang berasal dari kota Delitzcsh.
Pada tahun 1849 ia mempelopori pendirian Koperasi simpan-pinjam yang bergerak
di daerah perkotaan. Pedoman kerja Koperasi simpan-pinjam Schulze adalah :
1.
Uang simpanan sebagai modal kerja Koperasi
dikumpulkan dari anggota
2.
Wilayah kerjanya didaerah perkotaan.
3.
Pengurus Koperasi dipilih dan diberi upah
atas pekerjaannya.
4.
Pinjaman bersifat jangka pendek.
5.
Keuntungan yang diperoleh dari bunga pinjaman
dibagikan kepada anggota.
D.
Denmark
Jumlah anggota Koperasi di
Denmark meliputi sekitar 30% dari seluruh peduduk Denmark. Hampir sepertiga
penduduk pedesaan Denmark yang berusia antara 18 s/d 30 tahun balajar di
perguruan tinggi.
Dalam perkembangannya, tidak
hanya hasil-hasil pertanian yang didistribusikan melalui Koperasi, melainkan
meliputi pula barang-barang kebutuhan sector pertanian itu sendiri. Selain itu,
di Denmark juga berkembang Koperasi konsumsi. Koperasi-koperasi konsumsi ini
kebanyak didirikan oleh serikat-serikat pekerja di daerah perkotaan.
E.
Swedia
Salah seorang pelopor Koperasi
yang cukup terkemuka dari Swedia bernama Albin Johansen. Salah satu tindakannya
yang cukup spektakuler adalah menasionalisasikan perusahaan penyaringan minyak
bumi yang menurut pendapatnya, dapat dikelola dengan cara yang tidak kalah
efisiennya oleh Koperasi. Pada tahun 1911 gerakan Koperasi di Swedia berhasil
mengalahkan kekuatan perusahaan besar. Pada tahun 1926 Koperasi berhasil
menghancurkan monopoli penjualan tepung terigu yang dimilikki perusahan swasta.
Pada akhir
tahun 1949, jumlah Koperasi di Swedia tercatat sebanyak 674 buah dengan sekitar
7.500 cabang dan jumlah anggota hamper satu juta keluarga. Rahasia keberhasilan
Koperasi-koperasi Swedia adalah berkat program pendidikan yang disusun secara
teratur dan pendidikan orang dewasa di Sekolah Tinggi Rakyat (Folk High School), serta lingkaran studi dalam
pendidikan luar sekolah. Koperasi Pusat Penjualan Swedia (Cooperative Forbundet), mensponsori program-program
pendidikan yang meliputi 400 jenis kursus teknis yang diberikan kepada karyawan
dan pengurus Koperasi.
II.III Perkembangan Koperasi Di Indonesia
Keberadaan koperasi sebagai
lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianya pun yang sudah lebih dari 50
tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001,
misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM),
jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih,
dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak
96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang
aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT)
hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan
anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak
aktif sebesar 43.703 unit.
Namun uniknya, kualitas
perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi
dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang
paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja.
Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi
koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.
Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu
upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan
dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya.
Pangsa koperasi dalam berbagai
kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap
bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat
besar.3Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah lebih dari 50 tahun
keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi
pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi
rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju (NM). Oleh
karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia
masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena
tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
Struktur organisasi koperasi
Indonesia mirip organisasi pemerintah / lembaga kemasyarakatan yang terstruktur
dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan
kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer.
Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan.
Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi
bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu
dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Kondisi Koperasi di Indonesia Tahun 2011
Seperti yang dikatakan Menteri
Negara Koperasi dan UKM, Syarif Hasan, pada hari Selasa (12/7) yang saya
dapatkan infonya dari nasional.contan.co.id bahwa jumlah koperasi di
Indonesia meningkat 5,31% dibanding tahun lalu. Data Kementerian Koperasi dan
UKM menyebutkan sampai Juni 2011 total koperasi di Indonesia mencapai 186.907
unit. “Kita melihat perkembangan kinerja koperasi selama setahun ini cukup
mengembirakan,” terang Menteri Negara Koperasi dan UKM tersebut.
Dari 186.907 unit koperasi itu,
memiliki 30.472 anggota dengan volume usaha sebesar Rp 97.276 triliun serta
modal sendiri mencapai Rp 30,10 triliun. Dibandingkan dengan Desember 2008
angka pertumbuhan koperasi mencapai 20,6%. Kementerian Negara Koperasi dan UKM
berharap, pertumbuhan koperasi yang tinggi akan berkontribusi terhadap
perekonomian negara. Terutama dalam dalam penyerapan tenaga kerja dan
pembayaran retribusi termasuk pajak unit-unit usaha koperasi.
Pertumbuhan jumlah koperasi ini
seiring dengan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 19 bank yang per 30
Juni 2011 ini juga mengalami peningkatan. Sejak diluncurkan 2007 lalu sampai 30
Juni 2011 realisasi penyaluran KUR sudah mencapai Rp 49,9 triliun untuk
4,804.100 debitur. Adapun target penyaluran KUR tahun 2011 sebesar Rp 20
triliun kepada 991,542 debitur.
III.
KESIMPULAN
Sangat diharapkan gerakan koperasi di
Indonesia bisa bangkit, kuat dan sukses seperti gerakan koperasi di Belanda,
Jerman dan Jepang.
Salah satu bukti sukses gerakan koperasi di
Belanda adalah mulai mengguritanya Rabo Bank, sebuah lembaga perbankan yang
didirikan oleh sebuah Koperasi Serikat Buruh di Belanda.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar